Rabu, 02 November 2011

Tertegun....

tertegun, sejenak dalam suara hati
jauh terawangi lorong berawan,
kosong dalam bayangan,
membatu hati, membatu langkah
entah apa bisa tersirat

tertegun, geliat lelah sudah membekam
tak kuasa rasa dada sesak mendesak,
membuai ingin dan asa yang samar,
selimut mimpi, terkuak ragu
entah apa bisa tersirat


by myudi



Jumat, 14 Oktober 2011

Begitu Engkau Bersujud

Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang
  yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
 Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
  pula telah engkau dirikan masjid
 Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
  telah kau bengun selama hidupmu?
 Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
  meninggi, menembus langit, memasuki
  alam makrifat

Aku ingin



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Oleh :
Sapardi Djoko Damono

Rinduku Rindumu ???

Kabutku berbayang rautmu,
kadang jelas menatap ke arahku,
matamu meredup sejuk sampai ke benakku
aku merindu senyum kecilmu

Ahh .......

Gemeretak bathin membisu,
menumpuk dalam balutan dusta,
mendongak, tapi tak mampu
begitu banyak senyum hambar yang tersungging.

Senin, 04 April 2011

Mengapa ... ?

Mengapa menoreh hati terluka ?
padahal hampa sudah membekam
hingga tak ada lagi yang terpijak,
akankah sesak di dada bisa terkuak dengan bijak ?

Kamis, 10 Maret 2011

Menatapmu....

Menatapmu dalam-dalam,
coba menembus sampai ke sudut hati
ada yang tersentuh dan getarnya terasa indah

Rabu, 09 Maret 2011

JIWA BERJELAGA

jiwa-jiwa yang penuh jelaga
menari-nari atas rintihan tak bergema
senyumnya selalu merekah di tengah sahara
dikungkung gelap pun masih tertawa

Senin, 07 Maret 2011

Rindu Pada Stelan Jas Putih dan Pantalon Putih Bung Hatta

 (Dibacakan oleh Taufiq Ismail pada: Acara Deklarasi Gerakan Nasional
Pemberantasan Korupsi, Sumatera Barat, di Asrama Haji, Tabing, Padang,
tgl. 15 Ramadhan 1424 H/10 Nopember 2003 M)


 I.
Di awal abad 21, pada suatu Subuh pagi aku berjalan kaki di Bukittinggi,
Hampir tak ada kabut tercantum di leher Singgalang dan Merapi, yang belum
dilangkahi matahari,

Lalu lintas kota kecil ini dapat dikatakan masih begitu sunyi,

 Menurun aku di Janjang Ampek Puluah, melangkah ke Aue Tajungkang,
berhenti aku di depan rumah kelahiran Bung Hatta,

 Di rumah beratap seng nomor 37 itulah, di awal abad 20, lahir seorang
bayi laki-laki yang kelak akan menuliskan alphabet cita-cita bangsa di
langit pemikirannya dan merancang peta Negara di atas prahara sejarah
manusianya,

 Dia tak suka berhutang. Sahabat karibnya, Bung Karno, kepada
gergasi-gergasi dunia itu bahkan berteriak, "Masuklah kalian ke neraka
dengan uang yang kalian samarkan dengan nama bantuan, yang pada
hakekatnya hutang itu".

SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA

Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.

BAGAIMANA KALAU

Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam, 
tapi buah alpukat, 
Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat, 
Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah, 
dan kepada Koes Plus kita beri mandat, 

Kamis, 03 Maret 2011

ADAKAH ENGKAU MENCINTAIKU

beribu hari ku lalui bersama mu….
namun kau tak pernah peduli kan hadirku….
berjuta masa ku menemani raga mu…
namun bathinmu tak pernah ingin kan ku…

Aku Pemujamu

Mungkin aku takkan pernah bisa
untuk ungkapkan
Semua rasa cinta ini
Meski aku sadari.........
Jauh didasar hatiku

Semakin Sayang

Tiba waktuku ungkapkan semua
Perasaanku terhadapmu
Yang selama ini buatku selalu
Merasa berdosa

Rabu, 02 Maret 2011

Terhempas

Ingin yang terlelap
melukis guratan berbekas samar
menepi tapi tak sempat
kemelut terus meronta-ronta benak
hingga raga pun enggan berontak
sempat tergugah tapi terhempas,

Sabtu, 26 Februari 2011

Pagiku

gemuruh diujung pagi,
tergagap gagap bangkit hampir segan,
rasa bercampur wangi tanah lembab,
ke beranda menatap ke timur

DERAI DERAI CEMARA

cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

SENJA DI PELABUHAN KECIL

buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954


DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

MALAM

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957

Perempuan yang Tergusur

Hujan lebat turun di hulu subuh
disertai angin gemuruh
yang menerbangkan mimpi
yang lalu tersangkut di ranting pohon

SAJAK SEBATANG LISONG

menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA

Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah

Makna sebuah titipan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,

Rumpun Alang-alang

Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang
Kerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang
Di hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal

Gelap dan bergoyang ia
dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada



Cipayung Jaya
3 Desember 2003
Rendra


Sumber: www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t8563.htm

PRAJURIT JAGA MALAM


Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

Surat Cinta

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Delta


ibu yang merapal mimpi
seperti delta yang menengadah hulu sungai
mimpi anak-anaknya yang riang mengalir di antara bebatuan dan ranting
dan delta yang mennyerahkan anak-anaknya pada laut itu
berbisik pada langit
sepanjang hidupnya
Tiba-tiba kurindu memeluk delta....




Eka Satria Taroesmantini(jkt,2011)

Hati Ibu

Eka Satria Taroesmantini
Hati Ibu

Percayalah padaku, hati ibumu berbuhul sintak
hingga tiap kali kau menyentak ia tak akan mati mengunci
pulanglah dan sembahlah sujudnya yg menghamba doa
tangisnya adalah zikir yg membanjiri arasy, merayu sang pemilik hidupmu
rayu abadi melebihi umurnya yg fana
hanya untukmu kawan, cinta yg ia lahirkan ke laut rahimnya dulu.
(jkt,2011)

Menapaki Kerinduan

ketika sinar rembulan pucat
sesosok rindu tanpa sayap
terbang ke langit malam

IBUNDA


Ajip Rosidi
Jeram 3 Kumpulan Sajak

Ia terbujur
Bumi subur
Lembah-lembah dan gunung
Telentang tenang
Tangannya mengusap sayang

Untuk Ibu








Rasa Cintamu Bukan Untukku

Hariku kini yang telah lama berlalu
Tuk menggapai asa yang membiru
Lembayung senja kerap menyapaku
Dalam alunan nada kasih yang memilu

Ada Untukmu

Melukiskanmu saat senja, memanggil namamu ke ujung dunia
Tiada yang lebih pilu tiada yang menjawabku
Selain hatiku dan ombak berderu
Di pantai ini kau selalu sendiri, tak ada jejakku di sisimu
Namun saat ku tiba suaraku memanggilmu
Akulah lautan kemana kau selalu pulang

H E N I N G

Hening

Bicara dalam hening
ada yang hilang tak terasa
ikuti suasana asa tak bertepi

Rabu, 16 Februari 2011

BAHAGIA BERSAMANYA

perih di dalam hatiku
menangis batin ini tiada terobati
seperti dunia ini telah hancur
berderai seakan tiada tersisa